Kamis, 04 Januari 2018

Persamaan Arsitektur Atap Kelenteng Boen Tek Bio Dengan Masjid Nur Sulaiman

Ni hao!
Ni hao ma?
Wo hen hao. Xiexie
Teman-teman ada yang tau itu bahasa apa? Jepang? Thailand? Korea? China? Yhaaa betul jawaban yang terakhir itu adalah salah satu percakapan bahasa mandarin. 



Oiya sebelumnya kenalan dulu siapa tau berjodoh hihi...

Nama aku Assyifa Utami, panggil aja Syifa. Aku mahasiswa semester 5 program studi D3 Bahasa Mandarin Universitas Jenderal Soedirman. Yaa bisa dibilang aku mahasiswa semester akhir, sedang sibuk-sibuknya mengurus Judul TA, PKL, dan pelenggseran jabatan di organisasi/ukm kampus. Skippp! cukup ya kenalannya.

Kali ini aku bakal kupas tentang salah satu mata kuliahku yaitu pemahaman lintas budaya. Di mata kuliah ini kami belajar tentang komunikasi lintas budaya yaitu antara budaya Tiongkok dengan budaya Indonesia khususnya budaya Jawa. Selain itu belajar mengenal dan memahami karakteristik masyarakat keturunan etnis Tionghoa. Melihat sisi antropologi, sosial ekonomi, dan budaya masyarakat Tionghoa. Memahami bentuk wujud akulturasi budaya Jawa-Tiongkok. Serta sejarah dan perkembangan etnis Tionghoa di berbagai negara.

Topik yang akan aku bahas adalah Persamaan Arsitektur Atap Kelenteng Boen Tek Bio Dengan Masjid Nur Sulaiman di Banyumas. 

Siapa yang tidak kenal dengan bangunan Kelenteng dan Masjid? Ya bangunan ini sudah sangat familiar dengan kehidupan kita sehari-hari. Kelenteng merupakan tempat beribadah umat beragama Konghucu sedangkan masjid adalah tempat beribadah umat beragama Islam. 

1. Masjid Nur Sulaiman
Masjid Agung Nur Sulaiman Terletak di Banyumas
Masjid Nur Sulaiman Banyumas merupakan salah satu diantara masjid tertua yang ada diwilayah Kabupaten Banyumas. Salah satu sumber mengatakan masjid ini dibangun pada tahun 1755 masa pemerintahan Tumenggung Yudanegara III. Masjid Nur Sulaiman berada di sisi sebelah barat Alun-alun Banyumas menghadap ke timur. Posisi masjid berada di sebelah barat alun-alun diartikan sebagai simbol kebaikan. Hal ini sesuai dengan konsep tata letak bangunan pada masa pemerintahan kerajaan di Jawa.

Arsitektur Atap Masjid



  • Atap masjid berbentuk tajug atau limasan tumpang susun tiga dengan puncak berhias mustaka. Tajug adalah atas piramidal atau limas bujur sangkar, dengan dasar persegi empat sama sisi dan memiliki sebuah puncak.
  • Bagian atap paling bawah itu disebut penitih, sedangkan bagian tengahnya disebut pananggap. Diantara atap terdapat celah untuk pertukaran udara dan masuknya cahaya matahari, sehingga udara segar bisa masuk kedalam ruang masjid.
  • Bentuk atap tumpang susun merupakan budaya asli Indonesia yang disebut meru (atap bangunan bersusun makin keatas makin kecil sebagai lambang persemayaman dewa), dan telah digunakan pada bangunan suci sebelum Islam masuk ke Jawa. 

2. Kelenteng Boen Tek Bio Banyumas


Kelenteng Boen Tek Bio terletak di seberang sungai Serayu, tepatnya di belakang Pasar Banyumas, Desa Sudagaran, Kecamatan Banyumas. Kelenteng ini merupakan kelenteng terbesar yang ada di Kabupaten Banyumas. kelenteng ini diperkirakan dibangun pada tahun 1826. 

Arsitektur Atap Kelenteng 

  • Model Atap yang digunakan di kelenteng ini adalah "Wudian-ding" 庑殿顶 atau Limasan. 
  • Bangunan dengan atap wudian, merupakan bangunan yang memiliki kelas tertinggi dalam bangunan klasik Tiongkok, model atap wudian sering digunakan untuk bangunan Kelenteng. 
  • Hiasan atap berupa ukiran patung hewan-hewan, seperti kepiting, 
  • Tipe gunungan yang digunakan yaitu Curling Wave atau tipe awan berombak.
  • Salah satu atap bangunan juga berakulturasi dengan bangunan jawa yaitu atap Joglo Limasan


Persamaan arsitektur kedua bangunan tersebut yaitu :
  1. Atap bangunan limasan (berbentuk limas) dengan bersusun tiga tingkat, semakin ke atas semakin kecil dan tingkat yang paling atas berbentuk limas.
  2. Atap bersusun tiga mempunyai makna atau diartikan bahwa manusia hidup di bumi
  3. Kemudian "semakin ke atas semakin kecil" dalam kepercayaan Tionghoa semakin ke atas akan semakin dekat dengan Tuhan-Nya. 
  4. Sedangkan atap tumpang tiga dalam budaya asli Indonesia yang disebut meru (atap bangunan bersusun makin keatas makin kecil sebagai lambang persemayaman dewa),
  5. Diantara atap terdapat celah untuk pertukaran udara 

Nah itu adalah kesamaan arsitektur bangunan Kelenteng Boen Tek Bio dan Masjid Agung Nur Sulaiman.

Semoga bisa bermanfaat bagi teman-teman....

Xiexie!
Zaijian!

Sampai Jumpa....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar