Kamis, 09 November 2017

Upacara Peringatan Siklus Hidup Manusia Masyarakat Tionghoa



Upacara Peringatan Siklus Hidup Manusia Masyarakat Tionghoa
(Upacara Kematian)
Tradisi Pemakaman Tionghoa adalah Adat Pemakaman Tionghoa yang dilatarbelakangi oleh kepercayaan bahwa relasi manusia dengan Tuhan atau kekuatan lain yang mengatur kehidupan, seperti: Reinkarnasi.  Tata cara upacara kematian orang Tionghoa di Indonesia berbeda-beda tergantung agama dan sukunya. Langkah untuk pemakaman/kremasi pada umumnya adalah :
1.      Tentukan apakah jenazah akan disemayamkan di rumah atau di rumah duka. Sekarang ini, umumnya jenaah disemayamkan di rumah duka. 
2.      Mencetak foto ukuran besar untuk meja sembahyang.
3.      Pintu dan jendela rumah disilang dengan menempelkan kertas putih panjang. (orang-orang modern, mungkin tidak melakukan hal ini).
4.      Tentukan jenazah akan dikubur atau dikremasi, biasanya disesuaikan dengan keinginan almarhum. Hal ini menentukan jenis peti mati yang dipilih, kalau jenazah dikremasi peti yang dipilih tidak usah terbuat dari kayu bagus dan tidak terlalu tebal.
5.      Kalau jenazah akan dikubur, lebih baik dilakukan survei ke lokasi kuburan. Kalau percaya hongshui, sekalian diperiksa hongshuinya bagus atau tidak.
6.      Menyiapkan pakaian (lengkap) dan barang pribadi almarhum untuk dimasukkan dalam peti mati. 
(Untuk yang percaya) Memilih hari untuk mengubur/mengkremasi. Cara memilih hari adalah dengan melihat Tongshu/Nongli. Juga dipilih jam baik untuk JipBok (masuk peti), tutup peti, dan pemberangkatan jenasah dari rumah duka.
7.        Memesan krematorium/tanah, mobil jenasah, mobil/bis pelayat, motor pengawal/pembuka jalan, dan polisi pengawal biasanya sudah dikoordinasi oleh rumah duka. Tetapi, pihak keluarga tetap perlu menyediakan tip/duit untuk para sopir, tukang gali dan angkut peti, pengawal dan polisi, dan juga preman di lokasi.
8.       Memasang berita duka cita di koran, yang diperlukan pas foto dan daftar nama anggota keluarga.
9.        Menyiapkan makanan kecil dan minum untuk para pelayat.
10.    Membuat ucapan terima kasih untuk para pelayat. Biasanya terbuat dari karton putih (yang bertuliskan nama almarhum dan keluarganya) dan disertakan benang merah (biasanya benang wool merah). Karton putih untuk menunjukkan suasana berkabung, sedangkan benang merah (yang melambangkan kebahagiaan) untuk menolak pengaruh negatif dari kematian ini. 
11.    Memilih upacara/ritual yang cocok dengan almarhum. Diusahakan ritual yang dipilih adalah yang sudah dikenal oleh almarhum, sehingga pelaksanaan ritual/pembacaan doa/keng/paritta dapat membantu menenangkan kesadaran/batin almarhum.
12.     Melakukan pelimpahan jasa atas nama almarhum. Keluarga melakukan perbuatan baik dan jasa kebaikan perbuatan ini dilimpahkan kepada almarhum. Pelimpahan jasa ini bisa dilakukan dengan pencetakan buku atau pemberian dana/sedekah.

Apabila  pihak keluarga tidak begitu memahami upacara atau ritual kematian, dapat menghubungi dan meminta bantuan dari kelenteng/vihara/gereja/mesjid/yayasan sosial Tionghua/rumah duka. Mereka dapat mengatur bagaimana sebaiknya upacara / ritual dijalankan.

TATA CARA ORANG TIONGHOA
Orang Tionghoa jaman dulu menyediakan peti mati di rumah untuk persiapan penguburannya. Peti mati disebut Siu Pan atau Shouban (peti panjang umur). Selain itu juga dibuat Siu Yi atau  Shou Yi (baju panjang umur) yang akan dipakai pada jenasah dalam peti. Siu Yi ini dibuat pada waktu baik, biasanya bulan Lun Gue atau RunYue (bulan kabisat) yang dianggap waktu baik untuk membuat Siu Yi ini.
Waktu di rumah duka, anak dari almarhum harus membakar Gun Cua atau Yin Zhi (kertas perak) di atas baskom pembakaran. Pembakaran ini dilakukan terus menerus di samping peti jenasah. Sementara itu, di kolong peti jenasah dinyalakan pelita minyak.
Meja sembahyang ditempatkan di depan jenazah (dekat kaki jenazah). Pada meja sembahyang dipasang lilin putih dan hio lo (tempat hio). Kalau peti sudah ditutup juga dipasang foto almarhum. Hio yang dipakai adalah hio bertangkai hijau.  Ada juga yang mengatakan jika almarhum meninggal lebih dari 60 tahun, hio yang dipakai bisa yang berwarna merah. Sesaji meja sembahyang adalah teliao (teh dan manisan seperti permen), nasi, sawi, dan lima macam buah ngo ko atau wu guo antara lain pisang, jeruk, semangka, dan lain-lain sesuai musim buah. Tidak harus menggunakan sam-seng (daging, ikan, ayam). 
Anggota keluarga membuat dan memakai baju putih yang terbuat dari blacu (dan karung goni). Baju putih ini dipakai terbalik (jahitannya di luar). Anggota keluarga lelaki diikat kepalanya, anggota keluarga perempuan menggunakan kerudung. Ikat kepala dan kerudung ini diberi warna sesuai dengan hubungannya dengan almarhum. Untuk suku Hokkian (yang saya ingat waktu nenek saya meninggal): anak dan menantu berwarna hitam, cucu dalam : biru, cucu luar: merah, buyut dalam: kuning. Waktu ada tamu yang bersembayang/menghormat ke jenasah, anggota keluarga juga ikut sembahyang di sisi kanan (kalau dilihat dari depan) peti jenasah. Lalu menghormat atau paichiu kepada tamu tersebut.

Urutan upacara kematian Tionghoa :

1.      Upacara  Jip Bok atau Rumu (masuk peti)
Upacara Jib Bok dilaksanakan saat memasukkan jenazah ke dalam peti. Ketika upacara doa selama berkabung akan berakhir, peti mati dipaku rapat. Kertas emas dan perak disisipkan di peti mati sebagai bekal kubur untuk melindungi tubuh dari gangguan roh ganas. Selama penyegelan peti mati, semua yang hadir berpaling dari peti mati karena dianggap tidak beruntung bila melihat proses tersebut. Peti mati dibawa (dengan kepala almarhum menghadap ke depan) dari rumah dengan menggunakan sepotong kayu yang diikat di atas peti mati.
2.      Upacara Mai Song/ Sembahyang malam terakhir (malam kembang)
Upacara Mai Song dilaksanakan pada malam menjelang pemberangkatan jenazah. Peti mati ditempatkan pada sisi jalan di luar rumah, di mana lebih banyak doa-doa dikumandangkan dan kertas disebarkan. Model kertas antara lain: mobil, patung kapal, dibawa saat pemakaman. Hal ini melambangkan kekayaan keluarga yang meninggal.
3.      Upacara Sang Cong (Pemberangkatan jenazah)
Upacara Sang Cong dilaksanakan saat mengantar jenazah ke tempat pemakaman. Pada saat pemberangkatan jenasah, semangka yang dipakai di meja sembahyang dibanting hingga hancur ketika peti akan diangkat ke mobil jenasah. Ada cerita tentang kaisar Li Shimin  yang mengunjungi neraka. Buah semangka yang dihancurkan ini adalah untuk para penghuni neraka yang sangat kehausan. Hiolo dan potret almarhum dibawa oleh anak lelakinya dengan diikat di badannya menggunakan kain blacu, serta ikut di mobil jenasah, sepanjang perjalanan ke pemakaman atau krematorium, (gincua) disebar di jalan. Jaman dahulu, peti jenasah digotong ke kuburan, dan anggota keluarga berlutut (paikui) di tiap jembatan yang dilalui.

4.      Upacara Jib Gong
Upacara Jib Gong dilaksanakan saat memasukan jenazah ke dalam liang kubur. Prosesi pemakaman dilakukan tanpa dilihat oleh keluarga bahkan keluarga pergi jauh saat peti diturunkan. Pada saat itu, putra tertua dari almarhum akan mengambil tanah dari kubur untuk ditaruh di mangkuk dupa yang akan diletakkan di meja leluhur sebagai tempat persembahyangan. Anggota keluarga dan kerabatnya melempar segenggam tanah sebelum ditimbun. Setelah pemakaman, semua pakaian yang dikenakan oleh para pelayatakan dibakar untuk menghindari nasib buruk.

5.      Upacara Peng Tuh atau Ki Hok

Upacara Peng Tuh atau Ki Hok dilaksanakan dengan cara membalikkan meja-meja yang digunakan untuk sembahyang pada saat pemakaman jenazah, dan ini menunjukkan bahwa upacara pengurusan jenazah sudah dianggap selesai. Upacara ini dilakukan pada malam menjelang hari ke tujuh dan dihitung mulai dari jenazah dimakamkan.

6.      Upacara 3 hari, 7 hari, 49 hari, dan 100 hari

Setelah pemakaman, anggota keluarga menjalani masa berkabung (memakai putih) TuaHa atau TuaPeq. Masa berkabung ini berbeda-beda sesuai dengan hubungan dengan almarhum. Untuk anak biasanya diambil 1 atau 3 tahun. Khonghucu mengatakan seorang anak bergantung kepada orang tuanya, setidaknya sampai berusia 3 tahun, maka ketika orang tuanya meninggal, ia harus melakukan masa perkabungan selama 3 tahun (3 X 10 bulan) . Untuk cucu dan buyut, masa berkabungnya bisa diambil waktu yang lebih pendek, misalnya 1 tahun atau 100 atau 49 atau 7 hari.


7.       Upacara Siao Siang 1 tahun dan Tai Siang 3 tahun.

Upacara Siau Siang (1 tahun) dan Upacara Tai Siang (3 tahun) sebagai upacara berkabung selama 1 tahun dan 3 tahun bagi penganut Khong hu cu, dihitung sejak penguburan jenazah. Periode berkabung keluarga berlangsung selama seratushari setelah upacara pemakaman selesai. Sepotong kain berwarna dikenakan pada lengan masing-masing anggota keluarga: hitam oleh anak-anak almarhum, biru oleh cucu dan hijau oleh cicit. Keluarga yang lebih tradisional akan memakai kain-kain ini sampai 3 tahun (mengikuti ajaran Kong Hu Cu).

Namun ,pada tahun 1940, para pejabat dilarang melakukan penguburan tradisional dan mengamanatkan bahwa semua kematian harus kremasi. Penguburan merupakan pemborosan ruang, berbahaya bagi lingkungan, dan lebih mahal daripada kremasi. Saat ini di Tiongkok, pemakaman dengan kremasi di kota besar hampir 100%. Tapi di pedesaan, masih menggunakan cara penguburan. Tradisi pemakaman di keluarga dan masyarakat masih berlaku di seluruh pedesaan Tiongkok sampai saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar