Upacara Peringatan Siklus Hidup Manusia Masyarakat Tionghoa
(Upacara Kematian)
Tradisi Pemakaman
Tionghoa adalah Adat Pemakaman Tionghoa yang dilatarbelakangi oleh
kepercayaan bahwa relasi manusia dengan Tuhan atau kekuatan lain yang mengatur
kehidupan, seperti: Reinkarnasi. Tata
cara upacara kematian orang Tionghoa di Indonesia berbeda-beda tergantung agama
dan sukunya. Langkah untuk pemakaman/kremasi pada umumnya adalah :
1.
Tentukan apakah jenazah akan disemayamkan di rumah atau
di rumah duka. Sekarang ini, umumnya jenaah disemayamkan di rumah duka.
2.
Mencetak foto ukuran besar untuk meja sembahyang.
3.
Pintu dan jendela rumah disilang dengan menempelkan
kertas putih panjang. (orang-orang modern, mungkin tidak melakukan hal ini).
4.
Tentukan jenazah akan dikubur atau dikremasi, biasanya
disesuaikan dengan keinginan almarhum. Hal ini menentukan jenis peti mati yang
dipilih, kalau jenazah dikremasi peti yang dipilih tidak usah terbuat dari kayu
bagus dan tidak terlalu tebal.
5.
Kalau jenazah akan dikubur, lebih baik dilakukan survei
ke lokasi kuburan. Kalau percaya hongshui, sekalian diperiksa hongshuinya bagus
atau tidak.
6.
Menyiapkan pakaian (lengkap) dan barang pribadi
almarhum untuk dimasukkan dalam peti mati.
(Untuk
yang percaya) Memilih hari untuk mengubur/mengkremasi. Cara memilih hari adalah
dengan melihat Tongshu/Nongli. Juga dipilih jam baik untuk JipBok (masuk peti),
tutup peti, dan pemberangkatan jenasah dari rumah duka.
7.
Memesan krematorium/tanah, mobil jenasah,
mobil/bis pelayat, motor pengawal/pembuka jalan, dan polisi pengawal biasanya
sudah dikoordinasi oleh rumah duka. Tetapi, pihak keluarga tetap perlu menyediakan
tip/duit untuk para sopir, tukang gali dan angkut peti, pengawal dan polisi,
dan juga preman di lokasi.
8.
Memasang berita
duka cita di koran, yang diperlukan pas foto dan daftar nama anggota keluarga.
9.
Menyiapkan makanan kecil dan minum untuk para pelayat.
10.
Membuat ucapan terima kasih untuk para pelayat.
Biasanya terbuat dari karton putih (yang bertuliskan nama almarhum dan
keluarganya) dan disertakan benang merah (biasanya benang wool merah). Karton
putih untuk menunjukkan suasana berkabung, sedangkan benang merah (yang
melambangkan kebahagiaan) untuk menolak pengaruh negatif dari kematian ini.
11.
Memilih upacara/ritual yang cocok dengan almarhum.
Diusahakan ritual yang dipilih adalah yang sudah dikenal oleh almarhum,
sehingga pelaksanaan ritual/pembacaan doa/keng/paritta dapat membantu menenangkan
kesadaran/batin almarhum.
12.
Melakukan pelimpahan
jasa atas nama almarhum. Keluarga melakukan perbuatan baik dan jasa kebaikan
perbuatan ini dilimpahkan kepada almarhum. Pelimpahan jasa ini bisa dilakukan
dengan pencetakan buku atau pemberian dana/sedekah.
Apabila pihak keluarga tidak begitu memahami upacara atau ritual kematian, dapat menghubungi dan meminta bantuan dari kelenteng/vihara/gereja/mesjid/yayasan sosial Tionghua/rumah duka. Mereka dapat mengatur bagaimana sebaiknya upacara / ritual dijalankan.
Apabila pihak keluarga tidak begitu memahami upacara atau ritual kematian, dapat menghubungi dan meminta bantuan dari kelenteng/vihara/gereja/mesjid/yayasan sosial Tionghua/rumah duka. Mereka dapat mengatur bagaimana sebaiknya upacara / ritual dijalankan.
TATA CARA ORANG TIONGHOA
Orang Tionghoa jaman dulu menyediakan peti mati di rumah
untuk persiapan penguburannya. Peti mati disebut Siu Pan atau Shouban (peti
panjang umur). Selain itu juga dibuat Siu Yi atau Shou Yi (baju panjang
umur) yang akan dipakai pada jenasah dalam peti. Siu Yi ini dibuat pada waktu
baik, biasanya bulan Lun Gue
atau RunYue (bulan kabisat) yang
dianggap waktu baik untuk membuat Siu Yi ini.
Waktu di rumah duka, anak dari almarhum harus membakar Gun
Cua atau Yin Zhi (kertas perak) di atas baskom pembakaran. Pembakaran ini dilakukan
terus menerus di samping peti jenasah. Sementara
itu, di kolong peti jenasah dinyalakan pelita minyak.
Meja sembahyang ditempatkan di depan jenazah (dekat kaki
jenazah). Pada meja sembahyang dipasang lilin putih dan hio lo (tempat hio).
Kalau peti sudah ditutup juga dipasang foto almarhum. Hio yang dipakai adalah
hio bertangkai hijau. Ada juga yang mengatakan jika almarhum meninggal
lebih dari 60 tahun, hio yang dipakai bisa yang berwarna merah. Sesaji meja sembahyang adalah teliao (teh
dan manisan seperti permen), nasi, sawi, dan lima
macam buah ngo ko atau wu guo antara
lain pisang, jeruk, semangka, dan lain-lain sesuai musim buah. Tidak harus
menggunakan sam-seng
(daging, ikan, ayam).
Anggota
keluarga membuat dan memakai baju putih yang terbuat dari blacu (dan karung
goni). Baju putih ini dipakai terbalik (jahitannya di luar). Anggota keluarga
lelaki diikat kepalanya, anggota keluarga perempuan menggunakan kerudung. Ikat
kepala dan kerudung ini diberi warna sesuai dengan hubungannya dengan almarhum.
Untuk suku Hokkian (yang saya ingat waktu nenek saya meninggal): anak dan
menantu berwarna hitam, cucu dalam : biru, cucu luar: merah, buyut dalam:
kuning. Waktu ada tamu yang bersembayang/menghormat ke jenasah, anggota keluarga
juga ikut sembahyang di sisi kanan (kalau dilihat dari depan) peti jenasah.
Lalu menghormat atau paichiu kepada tamu tersebut.
Urutan upacara
kematian Tionghoa :
1.
Upacara
Jip Bok atau Rumu (masuk peti)
Upacara Jib Bok dilaksanakan saat memasukkan jenazah ke dalam
peti. Ketika upacara doa selama berkabung akan berakhir, peti mati dipaku
rapat. Kertas emas dan perak disisipkan di peti mati sebagai bekal kubur untuk
melindungi tubuh dari gangguan roh ganas. Selama penyegelan peti mati, semua
yang hadir berpaling dari peti mati karena dianggap tidak beruntung bila
melihat proses tersebut. Peti mati dibawa (dengan kepala almarhum menghadap ke
depan) dari rumah dengan menggunakan sepotong kayu yang diikat di atas peti
mati.
2.
Upacara Mai Song/ Sembahyang malam terakhir (malam
kembang)
Upacara Mai Song dilaksanakan pada malam menjelang
pemberangkatan jenazah.
Peti mati ditempatkan pada sisi jalan di luar rumah, di mana lebih banyak
doa-doa dikumandangkan dan kertas disebarkan. Model kertas antara lain: mobil,
patung kapal, dibawa saat pemakaman. Hal ini melambangkan kekayaan keluarga
yang meninggal.
3.
Upacara Sang Cong (Pemberangkatan jenazah)
Upacara Sang Cong dilaksanakan saat mengantar jenazah ke
tempat pemakaman. Pada saat pemberangkatan jenasah, semangka yang
dipakai di meja sembahyang dibanting hingga hancur ketika peti akan diangkat ke
mobil jenasah. Ada cerita tentang kaisar
Li Shimin yang mengunjungi neraka. Buah semangka yang
dihancurkan ini adalah untuk para penghuni neraka yang sangat kehausan. Hiolo dan potret almarhum dibawa oleh
anak lelakinya dengan diikat di badannya menggunakan kain blacu, serta ikut di
mobil jenasah, sepanjang perjalanan ke pemakaman atau krematorium, (gincua)
disebar di jalan. Jaman dahulu,
peti jenasah digotong ke kuburan, dan anggota keluarga berlutut (paikui)
di tiap jembatan yang dilalui.
4. Upacara Jib Gong
Upacara Jib
Gong dilaksanakan saat memasukan jenazah ke dalam liang kubur. Prosesi pemakaman dilakukan tanpa dilihat oleh
keluarga bahkan keluarga pergi jauh saat peti diturunkan. Pada saat itu, putra
tertua dari almarhum akan mengambil tanah dari kubur untuk ditaruh di mangkuk
dupa yang akan diletakkan di meja leluhur sebagai tempat persembahyangan.
Anggota keluarga dan kerabatnya melempar segenggam tanah sebelum ditimbun.
Setelah pemakaman, semua pakaian yang dikenakan oleh para pelayatakan dibakar
untuk menghindari nasib buruk.
5.
Upacara Peng
Tuh atau Ki Hok
Upacara Peng Tuh atau Ki Hok
dilaksanakan dengan cara membalikkan meja-meja yang digunakan untuk sembahyang
pada saat pemakaman jenazah, dan ini menunjukkan bahwa upacara pengurusan
jenazah sudah dianggap selesai. Upacara ini dilakukan pada malam menjelang hari
ke tujuh dan dihitung mulai dari jenazah dimakamkan.
6.
Upacara 3 hari, 7 hari, 49 hari, dan 100
hari
Setelah
pemakaman, anggota keluarga menjalani masa berkabung (memakai putih) TuaHa atau
TuaPeq. Masa berkabung ini berbeda-beda sesuai dengan hubungan dengan almarhum.
Untuk anak biasanya diambil 1 atau 3 tahun. Khonghucu mengatakan seorang anak
bergantung kepada orang tuanya, setidaknya sampai berusia 3 tahun, maka ketika
orang tuanya meninggal, ia harus melakukan masa perkabungan selama 3 tahun (3 X
10 bulan) . Untuk cucu dan buyut,
masa berkabungnya bisa diambil waktu yang lebih pendek, misalnya 1 tahun atau
100 atau 49 atau 7 hari.
7.
Upacara
Siao Siang
1 tahun dan Tai Siang
3 tahun.
Upacara Siau Siang (1 tahun) dan
Upacara Tai Siang (3 tahun) sebagai upacara berkabung selama 1 tahun dan 3
tahun bagi penganut Khong hu cu, dihitung sejak penguburan jenazah. Periode
berkabung keluarga berlangsung selama seratushari setelah upacara pemakaman
selesai. Sepotong kain berwarna dikenakan pada lengan masing-masing anggota
keluarga: hitam oleh anak-anak almarhum, biru oleh cucu dan hijau oleh cicit.
Keluarga yang lebih tradisional akan memakai kain-kain ini sampai 3 tahun
(mengikuti ajaran Kong Hu Cu).
Namun ,pada
tahun 1940, para pejabat dilarang melakukan penguburan tradisional dan
mengamanatkan bahwa semua kematian harus kremasi. Penguburan merupakan
pemborosan ruang, berbahaya bagi lingkungan, dan lebih mahal daripada kremasi. Saat
ini di Tiongkok, pemakaman dengan kremasi di kota
besar hampir 100%. Tapi di pedesaan, masih menggunakan cara penguburan. Tradisi
pemakaman di keluarga dan masyarakat masih berlaku di seluruh pedesaan Tiongkok
sampai saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar